UP DATE SUBANINDRO
About Us



Want to be like you who have the spirit to master the internet from a slightly
 

Friday, December 10, 2021

Aksi Nyata Budaya Positif di Kelas kami

Oleh: Subanindro, M.Pd. 


Budaya positif dapat diwujudkan di kelas. Saya sebagai guru mempraktikkan langsung bersama murid-murid dalam kelas. Kami sudah menerapkan di kelas IV-B SDN Loktabat Selatan Tahun Pelajaran 2021-2022. Sebetulnya sebelum mendapatkan ilmu dari LMS Pendidikan Guru Penggerak pun, saya telah menerapkan budaya positif. Kami menggunakan istilah adab belajar dalam kelas. Dengan pendekatan adab belajar ternyata lebih efektif untuk mengontrol dan mengelola kelas. Sebetulnya maknanya sama saja antara adab belajar dalam kelas dan budaya positif. Untuk mengakomodasi publik yang lebih luas, maka istilah budaya positif, sifatnya lebih umum, yang mungkin dapat diterima oleh semua pihak dan lebih familiar. Karena itu, selanjutnya kami mencoba menggunakan istilah budaya positif. Hingga saat ini di kelas IV-B SDN 2 Loktabat Selatan sudah menerapkan budaya positif. Budaya positif yang diterapkan di kelas berangkat dari keyakinan kelas. Keyakinan kelas berangkat dari kesepakatan kelas. Jadi, keyakinan kelas yang sudah tertanam hari-hari dalam kelas mewujud menjadi budaya positif dalam kelas. 

Berdasarkan pengalaman selama ini, pembelajaran yang kondusif dalam kelas ternyata diidamkan oleh guru dan murid. Dengan situasi yang nyaman dan membahagiakan maka guru dan murid lebih betah dalam kelas. Murid dapat dikelola dan dikontrol oleh gurunya tapi dalam suasana kemitraan dan kekeluargaan/persahabatan. Hubungan yang terjadi antara guru dan murid tampak harmonis. Tidak kesulitan bagi guru yang ingin memfasilitasi pembelajaran dalam kelas. Karena murid-murid sudah tertanam budaya positif. Budaya positif yang dapat dikembangkan misalnya setiap murid saling menjaga keamanan. Dengan suasana aman maka tidak ada perkelaian di antara murid. Artinya masing-masing murid tidak ada yang berbuat dharar untuk diri sendiri dan orang lain. Masing-masing saling menjaga diri untuk suasana yang aman. 

Kemudian budaya positif yang diterapkan misalnya setiap murid saling menjaga ketertiban. Artinya setiap murid dalam kelas menjaga suasana tidak gaduh. Suasana kelas tidak berantakan. Meja kursi teratur rapi sesuai formasi yang ditentukan sebelumnya. Dalam diskusi kelompok memang terasa ramai tapi asalkan tertib maka sudah suasana kelas masih terkategori rapi dan terkendali. Suara “celometan” berbicara yang kurang berfaidah terminimalisir. Dengan begitu, suasana dialogis antara guru dan murid tidak perlu keras-kerasan suara. Dengan nada yang datar saja, guru dan murid dapat mendengarkan maksud apa yang dibicarakan. Inilah yang dikehendaki oleh para guru dan murid. Suasana yang demikian akan membuat guru dan murid semakin betah didalamnya. 

Selanjutnya budaya positif yang diterapkan adalah setiap murid saling menjaga kebersihan. Dengan suasana bersih maka lingkungan menjadi lebih tampak rapi. Alat-alat dan bahan-bahan dalam kelas tertata rapi yang justru menjadikan ikon kelas yang bersih. Dengan kebersihan yang membudaya, maka setiap murid akan segan untuk berbuat jelek seperti membuang sampah yang tidak pada tempatnya. Setiap murid akan berusaha menjaga kelasnya untuk tetap bersih dan rapi. Saat makan di kelas, kebersihan tetap terjaga. Karena setiap murid sudah sadar akan pentingnya kebersihan. Tanpa perlu ditegur begitu rupa oleh guru, setiap murid satu sama lain telah berusaha untuk saling mengingatkan. Pengalaman kebersihan yang demikian pasti akan terbawa nanti saat di situasi yang lain sekalipun, di rumah atau di masyarakat. 

Budaya positif selanjutnya yang diterapkan misalnya setiap siswa saling menjaga adab dalam belajar. Sebetulnya inilah esensi yang dapat dibiasakan dalam kelas manapun dan kapanpun. Sebab dengan adab belajar maka suasana otomatis dengan pendekatan pemikiran dan perasaan, kesadaran yang menyatu dalam pikiran dan tindakan. Setiap murid melakukan sesuatu karena berasal dari pemahaman yang benar. Menjadi murid yang baik yang seperti apa, maka setiap murid sudah sadar dan memilikinya. Tanpa harus bersusah payah untuk menegakkannya. Karena pendekatan yang disentuh menggunakan keimanan atau keikhlasan yang berdasarkan kesadaran (al wa’yu). 

Terakhir budaya positif yang diterapkan adalah setiap murid saling menghargai. Kondisi ini sangat terlihat dalam diskusi kelompok murid. Perwakilan kelompok yang satu maju dan presentasi, maka kelompok yang lain mendengarkan dengan aktif. Saat giliran menanggapi kelompok yang presentasi, maka menaggapinya dalam suasana yang positif, saling menghargai antara kelompok yang satu dan kelompok lainnya, antara individu dalam internal kelompok juga saling menghargai dan menghormati. Misalnya dalam pembuatan puisi dalam kelompok, bila masing-masing anggota kelompok rukun dan saling menghargai dan tidak bertengkar, maka puisi hasil kelompok akan cepat selesai dibuat. Kuncinya ada pada saling menghargai. Begitu juga untuk aktivitas-aktivitas belajar yang lain, akan menjadi lebih mudah dan terlaksana karena berkat saling menghargai dengan sesamanya.

Itulah pengalaman penerapan budaya positif di kelas kami, kelas IV-B SDN 2 Loktabat Selatan. Semoga pengalaman ini dapat bermanfaat dan dikembangkan terus menerus menjadi kelas yang mudah dicontoh dan layak dicontoh. Aamiin.

0 comments:

Post a Comment

 
 

Copyright  ©  UP DATE SUBANINDRO